Foto By Nurwahidin
|
Jam tiga sore, tenda sudah berdiri. Ada senyum keluar diantara peluh keringat yang keluar mengalir deras hingga jatuh ke tanah. "Ini salah satu mahakarya anak komputer yang kesehariannya bergelut dengan software", candaku ringan. Sekian lama beristirahat, mereka kembali bekerja membangun interior tenda layaknya sebuah bangunan mini, dibuatlah tempat memasak, tempat menaruh barang-barang. Ah, ini seperti sebuah kostan ku.
Hari menjelang sore, satu persatu peserta camping mulai datang, meletakkan barang-barang, berkumpul bersama. Kemudian saling bekerjasama, beberapa orang diantaranya mencuci, dan beberapa lainnya menyiapkan peralatan memasak. Aku hanya duduk diam ditemani secangkir kopi hangat dengan aromanya yang khas, sesekali berangkat mengumpulkan kayu-kayu kering yang bisa dimakan api, mungkin akan berguna untuk menghangatkan tubuh dimalam hari nanti.
Tidak memerlukan sertifikat kelas nasional bagi dua orang chef kami untuk menghasilkan makanan yang mampu menggugah selera. Cabe, kunyit, garam dan gula yang menjadi bahan dasar masakan ini diolah layaknya seorang chef professional. Namun, asam sebagai bumbu pelengkap menu ini tidak dipersiapkan dan harus diganti dengan perahan jeruk sambal sebagai penambah rasa asam pada masakan. Dengan bumbu seadanya tadi, mereka bekerjasama menghasilkan masakan khas bangka dengan citarasanya yang khas yang biasa dikenal dengan "Lempah Kuning".
Senja perlahan mulai menghilang, lelah setelah bekerja disambut dengan hidangan makanan yang sedari tadi diciptakan bersama-sama. Makan malam kali ini sedikit berbeda, dengan lauk seadanya, pohon kelapa yang tersayup-sayup ditiup sang angin dan suara batu alam yang memecah gelombang membuat moment ini begitu berkesan.
Ketika malam semakin larut, kulihat seorang perempuan menggunakan sarung tangan, dan kaus kaki, begitu dingin malam itu baginya. "Dingin? Kubawakan selimut hangat untukmu, barangkali bisa mengurangi sedikit dingin yang kamu rasakan" ujar ku melambungkan perhatian. "Tidurlah, malam semakin larut".
Langit cerah bertaburkan bintang, suasana yang pernah kunikmati tujuh tahun lalu bersama keluarga besar. Namun rasanya berbeda, ada sedikit rasa khawatir, ketika gelombang semakin pasang mendekati tenda. Sesekali ku buat bendungan sederhana dengan menggunakan pasir yang dilapisi kayu-kayu untuk memperlambat sedikit arus gelombang mencapai tenda agar mereka yang didalam tidak terbangun. Tidak berapa lama, bendungan yang ku buat tadi hancur tersapu gelombang, kembali ku bangun dan begitu seterusnya hingga jam menunjukkan pukul empat pagi.
Seru banget kemah rame-rame. :)
BalasHapusBtw, siapa tuh yang secara khusus dibawain selimut hangat? Cie Arie cieeeee... :p
Mbak frista ayo camping. cie... mau tau.. :D
Hapus